Dream High, Stay High
Reading without understanding is nothing
Sempet Nggak Pengen Ngetrip Lagi Gara-gara Ini
Semua Akan Nikah Pada Waktunya
Berteman Baik dengan Mantan yang Bajingan
Malam itu tiba-tiba ada ajakan dari seseorang. Kita sudah lama tidak bertemu, apa salahnya, pikirku. Aku ingin tau bagaimana dia sekarang, dan terlebih aku ingin mendengar cerita dan kabarnya.
Akhirnya kulihat lagi bibir yang melengkung membentuk simpul yang manis itu, bulu mata lentik yang masih sama, dan tatapan teduh yang membuatku nyaman untuk menatapnya pula. Ya, dia tepat di hadapanku malam itu, lelaki yang sudah kira-kira satu tahun tidak bertemu denganku.
Kapan ke Jogja Lagi?
tidak ada hal yang lebih membahagiakan daripada merencanakan liburan. kali ini aku bakalan ke propinsi sebelah, Jogjakarta. aww! (hm, masih kerasa euphorianya ketika aku nulis gini).
banyak orang bilang kalo semester 5 adalah semester terberat dalam kuliah, aku setuju. hidupku waktu itu cuma bisa makan,, tidur, nugas, sampe lupa caranya boker. sampe saat aku lagi jalan di kampus, aku baru inget kalo tadi pagi aku lupa boker. hm, andai saja ada yang ngingetin.
di tengah kesibukan yang cetar badai, ada malaikat datang di bbm "Jogja yuk?"
Ical Ucul, yang bernama asli Faizal Mahmud, temen yang kukenal sejak SMA tapi ga satu sekolah, bisa kenal karna dia mantan pacarnya temen. dia sekarang kerja di Kalimantan, pulang ke Jawa hanya beberapa bulan sekali dan hanya beberapa hari. akupun mengiyakan ajakannya.
aku kelarin semua tugas, tugas kelompok yang belum selesai juga aku coba bantu. rabu besok aku berangkat, minggu depan ada performance drama, dan aku jadi pemeran utamanya, Cinderella, kita sekelompok belum latihan sama sekali, dengan keputusan yang sulit, naskah dipatenkan hari itu, dan bakal aku hafalin di Jogja. sedikit mengenaskan memang.
dibawah terik matahari kota Malang saat itu aku menuju Stasiun Kota Lama, dengan pertimbangan harga dan waktu, aku memesan tiket kereta Sancaka Sore Mojokerto-Jogjakarta seharga 145rb, berangkat besok, Rabu, 6 Januari 2015 pukul 6 sore.
aku packing, semua barang aku masukin keril 70L, kita bakalan 5 hari disana (termasuk perjalanannya) gak lupa bawa naskah drama, kutaruh di bagian atas biar sewaktu-waktu bisa langsung baca.
HARI YANG DITUNGGU-TUNGGU DATANG JUGA!!!! YAAMPUN INI BENERAN BERANGKAT? IYA OON!!!
sepulang kuliah, aku langsung pulang ke kos, makan, mandi, packing lagi dikit, dan berangkat menuju terminal Arjosari jam 1 siang. aku titipin motor, dan kemudian naik bis jurusan Surabaya. aku duduk di belakang supir, disamping bapak-bapak, mmm, dia terlalu gaul untuk dipanggil Bapak, sebut saja om. dia tanya-tanya mau kemana kok bawa keril segede itu. aku bercerita, dan dia ternyata juga suka travelling, beberapa kali ke Jogja bersama istrinya. dia memberi info penginapan yang murah dan segala tetek bengeknya. dia juga bercerita tentang anaknya yang juga suka travelling, kalo bapaknya kece gini gimana anaknya. sekilas ingin dikenalkan, tapi ternyata cewek. bis jurusan Surabaya ini berhenti di Japanan, aku turun, naik bis kuning kecil, dan lanjut menuju Mojokerto. aku duduk di depan. (depan supirnya #eh) lalu ada bapak-bapak duduk disampingku. kali ini baru pantes disebut bapak. dia juga tanya aku mau kemana dengan bawaan sebanyak ini. lagi-lagi aku bercerita. cerita yang sama selalu menciptakan cerita baru yang berbeda. dalam jeda pembicaraan, aku selalu mengelap keringat yang deras mengalir di dahi. sumpah bobrok banget ini bis. gak ada ac. suram. seperti tidak ada masa depan.
setelah lama berpeluh ria, akhirnya nyampe juga. bapak itu juga turun membantu aku menurunkan keril, hmm, bapak itu, yang berpenampilan sangat sederhana yang bisa menguliahkan anaknya di salah satu universitas yang terkenal mahal di Malang dan biaya kos putrinya yang tiga kali lipat lebih mahal daripada punyaku. salut.
sembari menunggu Ucul, aku membeli semangkuk Ketan Ireng, dan mengobrol dengan bapak-bapak di sekitaran terminal. lagi-lagi ada yang bertanya mau kemana aku dengan keril sebesar itu. dengan kalimat perpisahan "hati-hati" dari segerombolan Bapak-Bapak terminal, berangkatlah aku dan Ucul menuju Stasiun Mojokerto.berhubung kereta datang masih lama, sepertinya aku butuh mandi setelah berkeringat di bus.
kali ini aku juga akan membuat video perjalanan, beberapa cuplikan yang akan digabungkan, dan kelak akan aku nikmati sendiri dan mengingat "aku pernah seperti ini."
kereta tidak terlambat sedetikpun seperti dugaanku.
ini kita lagi bosen hampir 5 jam di kereta.
kita udah coba ngobrol dari A sampe balik ke A lagi, tapi kalo emang selama 5 jam pasti bakal bosen juga.
Newest Paradise, Banyu Anjlok Beach & Waterfall
Pagi yang cerah karena libur diantara jadwal uts jurusan Bahasa Inggris dan kejombloan di hari Rabu, 5 Nopember 2014 kemarin membuat gue memutuskan untuk travelling. Banyak destinasi yang bikin galau dan kadang ujung-ujungnya gak jadi bikin gue males mikir panjang. Mau ke Sempu lagi tapi harus persiapan matang dan gak bisa sekarang, mau ke Bromo tapi ladangnya lagi kebakar, mau ke rumah mantan tapi dia udah punya pacar. Akhirnya gue keramas, dan keinget cerita temen tentang air terjun yang gabung sama pantai. Keluar kamar mandi, rasanya gue telah siap melangkah kepada apa yang terbaik. Dan entah kenapa gue kalo nemu inspirasi selalu dari kamar mandi, apakah karena ada chemistry, atau sampo yang cocok, gue gak tau.
Sepertinya matahari terlalu buru-buru waktu itu, gue segera nelponin temen-temen pake pulsa jatah nelpon Pak Galon Aqua, yang terkumpul 6 orang ; Jihan Arobikum, seorang pendaki titisan Sungokong yang sering dikira cewek gara-gara namanya ; Intan, panggilannya Rembang, lincah, suka laper, dan cepet nyampek kalo mendaki ; Ryan, yang kalo liat ombak langsung galau dan pencetus kata “nggateli seru” ; Amrin, photographer dari Madura asli dan suka tidur di motor ; Frischa, panggilannya Paus, tukang kentut, objek bullying, dan pokoknya yang jelek-jelek semua ada di dia ; dan gue, Melina, jomblo gak kelar-kelar.
Perjalanan ke pantai beda banget sama gunung, perbandingannya kerasa banget di ransel, men. Kalo ke gunung, kita harus bawa beberapa lembar baju, celana, daleman, sleeping bag, dan hal-hal yang berat lainnya, kalo ke pantai cuma bawa pakaian ganti, botol minum, dan kalau ransel keliatan gede, itupun karena topi pantai, gede tapi ringan, kayak dompet anak kos, keliatan gede, ternyata isi Pattimura semua. Jam yang kita tunggu-tunggupun tiba, kita ngumpul jam 3 di tempat persewaan tenda, tapi berangkatnya jam setengah 5. Maklum, mahasiswa.
Kita berangkat dari kota Malang dengan senang hati, disamping itu gue kebayang-bayang masker yang gue pake adalah warna item emas leopard belang-belang panjang. Menurut cerita temen gue, kita bakal ngelewatin hutan, gimana kalo ntar diincer sama harimau, gue ditarik dari motor, dicabik, dan temen gue kegirangan. Dengan segala pertimbangan, akhirnya gue balik tuh masker, jadi warnanya abu-abu. Tempat yang kita tuju ada 3, pantai Lenggoksono, pantai Banyu Anjlok, dan Air Terjun Banyu Anjlok. Pantai Banyu Anjlok ada di seberang pantai Lenggoksono, dan gue gak tau pasti apakah Pantai Banyu Anjlok juga termasuk pantai Lenggoksono atau bukan. Sementara arti dari “Banyu Anjlok” adalah air terjun, gue juga gak tau pasti gue harus nyebut nama Air Terjun Banyu Anjlok, atau Banyu Anjlok aja. Gue mikir sekeras-kerasnya, tapi gue sadar ini bukan UN, jadi gue tetep pada pilihan pertama, kita punya 3 tujuan, pantai Lenggoksono, pantai Banyu Anjlok, dan Air Terjun Banyu Anjlok, terletak di daerah Malang Selatan, kecamatan Tirtoyudo, desa Lenggoksono. Kalau dari Malang kota, kita kearah Bululawang, Turen, Dampit, satu jalan kalo mau ke pantai Sendang Biru (Sempu) dan Goa Cina, tapi beda jalur, jadi masuk ke arah pantai Sepelot, lurus aja ngikutin jalan kira-kira 2 jam perjalanan normal, dan akhirnya nyampek ke pantai Lenggoksono. Jalannya lumayan enak, jadi kemarin gue makan dikit. Parahnya, ternyata nggak lewat hutan, cuma kayak kebun luas tapi kayak hutan, kalaupun ada harimau, pasti itu harimau jadi-jadian, atau kalo enggak, itu Frischa. Btw, ini maskernya :
Kita nyampek sekitar jam 9 malem, udah gak keliatan apa-apa kecuali gelap, kayak masa lalu. Kita bangun tenda biru tapi bukan tendanya Desi Ratnasari, trus nyalain kompor, nyeduh kopi dan Indomie. Gak lupa kemana-mana bawa UNO, kita main UNO di dalem tenda, yang kalah nyebur ke laut dan harus tenggelem. Ditengah-tengah permainan, satu-persatu dari kita mulai garuk-garuk kaki dan tangan, dan akhirnya kita semua garuk-garuk. Gue jadi ngerasa kayak berada di sekumpulan orang yang kena penyakit berbahaya. Masalahnya hanya karena nyamuk dan gak bawa autan, gue cuma bawa hit electric dan kebetulan listrik di hidung kita lagi kena pemadaman bergilir. Karena ngantuk dan capek, satu-persatu diantara kita mencoba untuk tidur, pake selimut kepanasan banget, kalo gak pake selimut dinyamukin, akhirnya kita tidur di pinggir pantai diantara batu-batu kecil mulus dan suara ombak yang garang mencekam. Dan tetep garuk-garuk.
Menjelang pukul 2 pagi, gue bangunin temen-temen buat pindah ke dalem tenda, karena Alhamdulillah mungkin nyamuknya sudah gendut karena darah, dan kita juga jadi gede karena bentol-bentol. Bangun-bangun udah jam 6, yaudah, gue buka lebar-lebar pintu tenda, tidur lagi, bangun jam 8. Lumayan bagus viewnya, apalagi modelnya kayak gini :
Pantai Lenggoksono |
Lagi sikat gigi di Pantai Lenggoksono |
Kita nyeduh kopi dan Indomie lagi, bongkar tenda, packing, foto-foto bentar, cus ke waterfall.
See you soon Pantai Lenggoksono |
Mau nyampek pintu keluar pantai Lenggoksono, eh distopin sama bapak-bapak, dikasih tiket, disuruh bayar 10rb/orang kalo mau ke Banyu Anjlok. Okeeeeee. Kita lanjut perjalanan ke Banyu Anjlok kira-kira setengah jam naik motor ngelewatin tebing pinggir pantai Lenggoksono, cuma bisa dilewatin motor, dan itu sumpah sempit banget men, kira-kira jalannya cuma 1 meter dan 1 jalur tapi sumpah juga viewnya gaul abis bah! Kadang, ada warga disana naik motor dan ada keranjang di sisi kanan kiri motornya isi pisang atau sayur, kemudian bersimpangan sama kita. Cool. Kalo mau naik mobil juga bisa, jadi mobilnya ditinggal di pantai Lenggoksono (tapi gak ada yang jaga), trus naik kapal nyebrang ke pantai Banyu Anjlok. Mungkin, kalo hari libur ada yang jaga, sayangnya gue kemarin kesana emang sengaja gak hari libur biar bisa nikmatin sendiri tanpa diambil orang lain, hehe.
Kita parkir di tanah sempit, yang gak perlu dibawa kayak tenda, kompor, atau kenangan pait mending ditinggal karena medannya bakal berat. Turun ke air terjun dengan 10 menit jalan kaki, and WOW! You can see that completely magnificent paradise is on your hand now! Kita lepas sepatu, ganti pakaian di semak-semak, dan melangkahi batu demi batu yang besarnya kalo itu batu dilemparin ke dosen lo bakal dapet A+++. Diatas batu masih ada air terjun, ada lagi, dan ada lagi, dan batu-batu besar tersebut terbentuk agar tercipta kolam-kolam kecil spesial buat kita. Ada yang berdiameter 5 meter, 2 meter, pokoknya random, ada yang dalem, ada yang cuma selutut, yang penting bisa berendem, semprot-semprotan air, dan terjun, kayak gini :
Banyu Anjlok |
Banyu Anjlok |
Banyu Anjlok |
Banyu Anjlok |
Semua beban di jalan rasanya ilang ngalir bersama air yang ngalir ke bawah, diteruskan ke laut, dan mengurai, lalu perlahan hilang. Gue sampe bingung mau ngomong gimana lagi ini, cerita kayak gini aja bikin merinding apalagi pas disana kemarin. Seorang pendakipun, Jihan, bilang “I prefer this."
Puas berendem, kita ambil tas dan sepatu, melewati batu-batu lagi, and we found the biggest pool there! Kita berada diatas batu yang menjadi tempat kita berpijak untuk terjun ke kolam, tingginya sekitar 4-5 meter, dalamnya kira-kira 2 meter. Setelah terjun ke kolam dan menepi ke pinggir yang dihiasi bebatuan, that was the most awesome scenery i have ever seen. Untuk kali ini, gue ngaku bener-bener jatuh cinta sama Indonesia, airnya bener-bener bikin tergila-gila. Ya, lo bisa liat sendiri, gue lagi di pinggir kolam, ngintip, ternyata pantai. Kampret kan. Kuasa Tuhan memang tiada tandingannya. Serius!
Banyu Anjlok |
Banyu Anjlok |
Disana, gue nemu ular, biawak, juga nemu mas-mas 4 orang lagi berendem dipinggir kolam sambil keramas, sabunan, dan sikat gigi. Gue maklumin mereka, mereka sepertinya menikmati sekali. Kita ambil ransel dan sepatu lagi, kita turun ke bawah lewat bukit curam yang kalo turun harus pake tali tambang, dan disana sudah disediakan. I felt special soalnya kebetulan cuma kita berenam yang lagi nikmatin pantai. Kita lari sekenceng-kencengnya ngejar serangan ombak, then we laughed, we were totally glad, free, and my “vitamin sea” was fully recharged. Pasir putih yang luas, tebing megah yang menjulang ke atas, lucunya gulungan ombak, gagahnya air terjun ketika menghantam tempat berlabuhnya, dan perut-perut keroncongan yang seketika terlupakan menjadi racikan sempurna untuk membumbui memori yang telah banyak debu kota. Berbaring di aliran air terjun yang mengalir ke pantai adalah sesuatu yang langka dan membanggakan bagi gue, It was perfect, It really was.
Pantai Banyu Anjlok |
Pantai Banyu Anjlok |
By the time goes on, pertemuan kita dengan “the great water” mengalami perpisahan juga. Kita naik keatas kembali dengan tali tambang, berpijak pada batu-batu raksasa, dan terjun ke kolam sekali lagi sebagai tanda “see you soon.”
Kita berganti pakaian di semak-semak lagi, memakai sepatu lagi, mendaki ke tempat parkir, istirahat, lalu kemudian menempuh polusi untuk kesekian kali. Gak habis-habisnya gue terharu akan megahnya Indonesia, gunungnya, pantainya.
Every step that I took on the new place, my heart was really pounding, I opened my eyes widely intentionally to see how great He made, it felt like my blood flowed swiftly, and I couldn’t say anything except my tears moistened the tip of my eye slowly. But, most of people always said “menantang alam”, while for me, don’t you fight the nature, but hug them, then you’ll see it, you’ll feel it.
Sebagai tanda terima kasih udah baca, gue kasih bonus foto Ikan Paus terdampar nih :
Boker ~
Sewaktu gue masih kelas 10, gue masih awam sama keadaan seputar sekolah. sekolah gue mayoritas berpenduduk cewek, dan yang gue tahu hanya ada empat siswa cowok yang sekarang udah kelas 3, semuanya adalah kakak kelas gue sewaktu SMP, dan gue kenal tapi gak begitu akrab.
“Semb mules. Mules Semb!” rintih gue ke dia. Gue dan Semb buru-buru ke toilet cewek yang ada water closetnya. “ancrit! Ada kataknya!” tanpa pikir paaaanjang dan laaaama gue langsung ke toilet cowok yang ada di sebelah. Gue masuk dan gue tenang disitu.
“Meeell! Ada cowok-cowok kesini Meeelll!” teriak Semb. Dari dalem ruangan, gue bingung harus ngapain. Apakah harus gue akhiri ritual yang memalukan ini, tapi kalo gue mencret di kelas gimana karena ini yang keluar masih dikit. “Meeelll, cepet Meeeel!” teriak Semb berulang kali. Gue diem dan dalam hati gue menggemakan kata-kata “sialaaan, lo jangan teriak-teriak nyet! Jadi ketahuan sama mereka nih gue kalo di dalem sini”.
Masih dalam posisi jongkok, gue denger hentakan kaki si cowok-cowok itu. Lalu salah satu dari mereka mengetuk pintu kamar mandi gue sambil berkata “ih baunya loh”. Gue tetap tenang, sabar, tapi menyesal.
Beberapa menit kemudian mereka sepertinya udah hilang. Gue buru-buru menyelesaikan ritual yang menegangkan ini dan akhirnya keluar dari goa itu. Kosong! gue tengok ke kanan kiri atas bawah, Semb gak ada. Gue langsung aja menuju kelas dan “Huahahahahahaha” jeritan anak sekelas yang bikin gue seakan-akan telanjang di depan mereka.
Yah, memang kadang seorang wanita benar-benar menyembunyikan kebiasaan buruknya demi menjaga perfect image mereka, meskipun itu adalah hal yang wajar untuk didengar.